Satria Piningit Hati
Kukira kau adalah mawar terakhir itu
Yang akan menjadi tahta persembahan terakhir cintaku
Namun mengapa kau pergi
Secepat dan sedemikian jauh berubah tanpa kusadari
Kusangka kau adalah tonggak terakhir yang bisa terlihat
Oleh camar yang telah letih mengepakkan sayapnya penat
Namun aku tak pernah menduga dan mungkin merasa tertipu
Ternyata tonggak itu terlalu mudah goyah oleh terpaan Bayu
Adakah kau masih rasakan rasa yang ada...?
Ataukah semuanya telah hilang sekejap mata
Seperti mudahnya tonggak itu tertiup Sang Bayu...?
Ataukah semua rasa hanya fatamorgana bagiku
Mungkin benar kata orang...
Hanya waktu yang bisa menjawab semua misteri
Yang akan tetap lekang sebagai misteri
Sampai muncul jawaban penenang
Tak tahukah kau jiwa yang terdamba
Tubuhmu kurengkuh namun bathinmu tiada
Mataku menatapmu sepi
Namun tak kutemukan dirimu sejati
Mengertilah kau satria piningit hatiku
Aku letih menunggu
Aku lelah mencari
Karena aku nyaris sudah tak punya hati lagi
Yang akan menjadi tahta persembahan terakhir cintaku
Namun mengapa kau pergi
Secepat dan sedemikian jauh berubah tanpa kusadari
Kusangka kau adalah tonggak terakhir yang bisa terlihat
Oleh camar yang telah letih mengepakkan sayapnya penat
Namun aku tak pernah menduga dan mungkin merasa tertipu
Ternyata tonggak itu terlalu mudah goyah oleh terpaan Bayu
Adakah kau masih rasakan rasa yang ada...?
Ataukah semuanya telah hilang sekejap mata
Seperti mudahnya tonggak itu tertiup Sang Bayu...?
Ataukah semua rasa hanya fatamorgana bagiku
Mungkin benar kata orang...
Hanya waktu yang bisa menjawab semua misteri
Yang akan tetap lekang sebagai misteri
Sampai muncul jawaban penenang
Tak tahukah kau jiwa yang terdamba
Tubuhmu kurengkuh namun bathinmu tiada
Mataku menatapmu sepi
Namun tak kutemukan dirimu sejati
Mengertilah kau satria piningit hatiku
Aku letih menunggu
Aku lelah mencari
Karena aku nyaris sudah tak punya hati lagi