Friday, November 26, 2004

Untukmu...

Tak pernah kusangka...
Aku akan mengenalnya
Seorang dara yang terlalu riang bagiku
Namun menyenangkan terasa menderu

Tak pernah terlintas wajahnya di depan mata
Namun aku percaya dia mempunyai suatu tanda
Bahwa dia akan baik memperlakukanku
Meski aku tak tahu dari mana keyakinan itu

Hanya satu yang bisa aku yakini
Dari apa dan yang terdengar sampai kini
Aku tahu aku bisa mempercayainya
Karena aku mencoba untuk selalu percaya

Saat kondisi tengah drastis melorot
Aku coba hadirkan dia dalam gendang telingaku
Hingga keceriaan hadir mengganti nestapa yang meraja
Dan kembali bersinar hati yang tengah gulana

Namun hari ini...
Khilafku telah membuatnya berubah
Dara kecilku yang riang berubah
Menjadi sosok yang tak lagi kukenali

Aku rela melakukan apapun...
Agar dara itu bisa kembali riang
Supaya dara kecilku tak lagi menangis
Akan kudatangi kota tercintanya secepat mungkin
Agar aku bisa memeluk erat dirinya
Dan menenangkan semampu aku bisa
Agar tak terdengar lagi isak tangisnya
Atau keriangan yang senyap karena tlah tiada

Akan kuhadirkan sejuta senyum untuknya
Agar bisa membuatnya kembali bersinar
Meski (mungkin) tak kudapatkan obat yang kucari
Yang mampu hentikan langkah gontai
Sang lelaki malam yang kian kelam

(For The Girl in Yogyakarta)

Wednesday, November 24, 2004

Jogjakarta

Tak pernah kutahu parasnya
Tak pernah ku dengar keluhnya
Namun satu hal yang pasti
Aku hanya ingin tahu dirinya yang sejati

Semuanya terjadi begitu saja
Bagai musik yang mengalun tanpa rasa
Kita bisa berbicara tanpa batas
Tanpa tahu siapa dan bagaimana yang terlintas

Tak pernah terpikirkan aku akan pergi ke sana
Namun aku hanya ingin cari yang ada
Aku hanya berharap dialah yang mampu hentikanku
Tuk berhenti melangkah dari yang telah berlalu

Jogjakarta...
Entah kapan aku akan datang
Namun dalam hati telah tertetapkan
Aku akan datang
Meski yang pernah terharapkan tak sudi menatap
Karena aku hanya coba tunaikan janji
Pada jiwa yang pernah mengisi hari
Dengan alunan suara meski raga terpisah pasti

(buat seseorang yang tak pernah terbayangkan)

Thursday, November 11, 2004

Sakitku Tawamu

Entah mengapa...
Terkadang rasa sakit begitu mendera
Tanpa aku tahu apa penyebabnya

Mungkin karena kesadaranku sendiri
Yang membuat mataku
Kembali meneteskan air sucinya

Mungkin karena jiwaku sendiri
Sudah tak tahan lagi
Melihat ragaku terus menyepi
Dan menyendiri...
Hingga buat hati dan jiwaku ngilu
Hingga mata inipun basah membiru

Sementara yang terkasih
Selalu terhindari tatapan mataku
Sewngaja terjauhi ragaku
Agar tak melihatnya berdua

Disini aku menyepi
Saat yang terharapkan sedang berbagi
Tanpa pernah mau tahu lagi bagaimanakah aku
Seberapa cepat aku melaju
Dalam putaran waktu yang rasanya lambat berlalu
Hingga buat aku makin kelu habiskan malamku
Tetap sendiri,
Dan tetap menyepi...

Disana kau bisa tertawa, bercanda
Kapanpun kau mau
Terlihat ataupun yang tersamarkan
Semuanya kini kau mampu

Kapanpun kau mau
Apapun kau mampu
Dan aku...
Sangat sulit sekali rasanya
Mampu berlaku seperti dia dan yang lainya
Tanpa sadar bahwa kau telah memilihnya
Tanpa menafikkan kau telah tega tinggalkanku
Seseorang yg masih juga tetap kau Sayang
Orang yg begitu cepat kau rubah menjadi sekedar teman
Meski tak bisa kau perlakukan layaknya teman

Jangan meneteskan air mata untukku lagi
Karena hatiku sudah mampu ngilu
Melihat diriku sendiri menatap wajah beku
Hingga buat mataku meneteskan air mata
Tanda begitu besar dan dalam lubang menganga
Jejak perihnya luka yang telah Kau dan Dia cipta

Langkahku Masih Tertahan

Sejak saat itu
Hatiku mati kelu
Jiwakupun turut beku
Dan sampai saat inipun
Ternyata langkahku masih tertahan
Dengan semua pertanyaan
Yang tak terpuaskan satupun

Kini langkahku masih tertahan
Dan ku tak tahu kapan aku bisa
Melangkahkan kaki lagi

Kau tahu benar
Bagaimana kerasnya aku
Mencoba mengangkat dan mengayuhkan kaki
Agar bisa melanjutkan hidupini lagi
Namun semua rasa itu
Yang menahan gerakan kakiku selalu

Sunday, November 07, 2004

Rumah dan Lampu

Rumah ini pernah begitu ceria
Dengan semua warna yang dia punya
Rumah ini pernah begitu hangat
Dengan segala bentuknya yang ada
Setelah cukup lama rumah ini diam
Dalam kegelapan yang membelenggunya
Karena tak ada lagi lampu yang ada
Menyala rela beri segala sinarnya yang dia punya

Rumah ini pernah begitu bahagia
Dengan semua tawa dan canda yang ada
Rumah ini pernah begitu tegar dan kuat
Dengan semua peristiwa sedih dan duka yang lewat
Semua karena keberadaan sinar yang menempa
Dari "sebuah" Lampu yang menyedia
Meski rumah ini tak pernah punya
Sertifikat yang melegitimasi setiap penghuninya
Sebagai sang Empunya

Namun rumah ini kini kembali suram
Dalam semua kepekatan gelap warnanya
Karena nyala warna tak lagi ada
Hilang bersama perginya Lampu yang telah tiada
Pergi karena kehadiran rumah yang baru
Hanya karena tak pernah ada sertifikat
Yang selalu tersembunyikan
Karena ketakutan rumah ini
Akan kehilangan lampu yang tersayangi

Namun apa daya...
Lampu itu telah berlalu
Dan Rumah ini hanya tinggal kenangan masa lalu
Seolah tak pernah ada apapun disitu
Dan secepat angin semuanya berlalu

Rumah ini dulu begitu banyak penawarnya
Namun kini tak satupun yang ada
Meski karena hanya sebuah Lampu semata
Rumah ini tak lagi bisa mencoba
Mempertahankan semua warna dengan kegelapannya
Dan tak pernah terdugakan oleh semua
Bahwa Sebuah Lampu yang telah pergi
Mampu menyuramkan segalanya
Bahkan sampai ke sudut terpojok dan terkecil sekalipun

Rumah ini tak lagi ada penghuninya
Dan rumah ini hanya bisa berdoa
Agar Sang Lampu sadari semuanya
Dan "hanya" bisa Berharap
Sang Lampu akan kembali
Dan membuat Rumah ini kembali ceria
Bahagia dan sehangat seperti semula
Saat sang Lampu masih ada